Ilmu Asuhan Kebidanan dan Keperawatan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA PADA WANITA YANG PERNAH DIRAWAT DI IRNA BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kanker merupakan buah dari perubahan sel yang mengalami pertumbuhan tidak normal dan tidak terkontrol. Peningkatan jumlah sel tidak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker. Kanker payudara termasuk diantara penyakit kanker yang paling banyak diperbincangkan karena keganasannya yang seringkali berakhir dengan kematian (Relief, 2008).
Jumlah penderita kanker payudara di seluruh dunia terus mengalami peningkatan, baik pada daerah insiden tinggi di negara-negara barat maupun insiden rendah seperti banyak di daerah Asia (Purwoastuti, 2008: 13).
Share:

HUBUNGAN USIA DAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA PADA WANITA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang mematikan di dunia dan jumlah penderitanya terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Dari data Union International Conference Cancer (UICC) dan WHO menyebutkan, pada tahun 2004 angka kematian akibat kanker diperkirakan mencapai 7 juta orang. Sampai sekarang jumlah penderita kanker di seluruh dunia mencapai 7 juta orang, bahkan UICC memperkirakan jumlah penderita kanker di negara berkembang pada tahun 2020 bisa mencapai 10 juta orang (Luwia, 2006).
Share:

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA BERAT DI IRNA KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), sebanyak 99% kematian ibu akibat persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan            450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2007).
Share:

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA BERAT DI IRNA KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), sebanyak 99% kematian ibu akibat persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan            450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2007).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015, sesuai dengan kesepakatan sasaran pembangunan milenium. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI di Indonesia menunjukkan angka 307/100.000 kelahiran hidup, jauh di atas AKI untuk Milenium Develoment Goal (MDG) yang ditetapkan WHO sebesar 102/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2007).
Sedikitnya 18.000 ibu meninggal setiap tahun di Indonesia karena kehamilan dan persalinan. Hal itu berarti setiap setengah jam seorang perempuan meninggal karena kehamilan dan persalinan. Tingginya angka kematian ibu itu menempatkan Indonesia pada urutan teratas di ASEAN. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 menyebutkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia 396/100.000 kelahiran hidup, jumlah itu meningkat dibandingkan dengan hasil survei 1995 yaitu 373/100.000 kelahiran hidup (Siswono, 2003).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Selatan berdasarkan laporan indikator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme sebesar 467 per 100.000 kelahiran. Sedangkan AKI di kota Palembang adalah 317 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2006 di Kota Palembang sebanyak 15 orang dengan penyebabnya yaitu eklampsia 2 orang (13,3%), HPP 3 orang (20%),          Ca. Pharing 1 orang (6,6%), stroke 1 orang (6,6%), gagal ginjal 1 orang (6,6%), placenta acreta 1 orang (6,6%), emboli air ketuban 2 orang (13,3%), post SC          1 orang (6,6%), kelainan jantung 1 orang (6,6%), dan lain-lain 2 orang (13,3%) (Profil Kesehatan Kota Palembang, 2005).
Pre-eklampsia - eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi          di Indonesia sehingga diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda pre-eklampsia yaitu hipertensi, edema dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lainnya (Sudinaya, 2003).
Di Indonesia pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung atau oedema paru-paru, sedangkan penyebab kematiaan bayi adalah asfiksia intrautrin dan persalinan prematuritas (Manuaba, 1998).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar, insiden pre-eklampsia - eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil; di rumah sakit pendidikan di Makasar, insiden pre-eklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan Rambulangi, 2003).
Dalam penelitian yang pernah dilakukan Ketut Sudhaberata di RSU Tarakan Makasar di dapat bahwa dari sampel yang ada, hanya 20,3% yang tidak berpendidikan. Hal ini berbanding lurus dengan data kunjungan ANC yang didapatkan yaitu 54,8% melakukan kunjungan ANC sesuai persyaratan minimal, oleh karena itu tingginya kejadian pre-eklampsia dan eklampsia di negara-negara berkembang dihubungan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat (Sudhaberata, 2007).
Sedangkan paritas 2-3 merupakan paritas yang aman ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat dikurangi dengan memberikan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005: 23).
Berdasarkan data Medical Record di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI dicatat angka kejadian pre-eklampsia berat pada tahun 2006 sebanyak …… orang (……%) dari …… pasien ibu hamil, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak …… orang (……%) dari …… pasien ibu hamil yang dirawat inap kebidanan  di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI.
Berdasarkan data di atas penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kajadian                  pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI 2007”.
1.2         Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007?
1.3         Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui distribusi frekuensi pendidikan ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
2.      Untuk mengetahui distribusi frekuensi paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
3.      Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
4.      Untuk mengetahui hubungan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1   Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam bidang penelitian sehingga peneliti lebih memahami dan mengerti tentang kesehatan yang hubungan dengan pre-eklampsia berat.
1.4.2   Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat.

1.4.3   Bagi Instansi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi rumah sakit setempat dalam menentukan kebijakan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan ibu terutama terdapat kejadian pre-eklampsia.

1.4.4   Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan dan sumbangan pikiran tentang hubungan pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
1.5         Ruang Lingkup
Pada penelitian ini penulis mencoba membatasi hanya pada faktor pendidikan dan paritas ibu hamil dengan menggunakan metode survei analitik. Adapun tempat dan waktu penelitian di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
Share:

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO), tiap tahun diseluruh dunia ada 490.000 perempuan terdiagnosis kanker leher rahim, 240.000 orang diantaranya meninggal dunia. Sebanyak 80 persen terjadi                  di negara berkembang (Seksfile, 2007).
Share:

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO), tiap tahun diseluruh dunia ada 490.000 perempuan terdiagnosis kanker leher rahim, 240.000 orang diantaranya meninggal dunia. Sebanyak 80 persen terjadi                  di negara berkembang (Seksfile, 2007).
Share:

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO), tiap tahun diseluruh dunia ada 490.000 perempuan terdiagnosis kanker leher rahim, 240.000 orang diantaranya meninggal dunia. Sebanyak 80 persen terjadi                  di negara berkembang (Seksfile, 2007).
Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan terbesar di negara berkembang akibat terbatasanya akses screening dan pengobatan. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 400 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80% terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang, penderita terbanyak kanker leher rahim ada di Indonesia (Pelita, 2007).
Kanker leher rahim merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara maju kanker ini menduduki urutan ke-10 dan bila digabung maka ia menduduki urutan ke-5, sebagaimana kanker pada umumnya maka kanker leher rahim akan menimbulkan masalah-masalah berupa kesakitan (morbiditas). Dengan demikian penanggulangan kanker leher rahim harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi, jika dilihat penyebarannya di Indonesia 92,44% terakumulasi di Jawa dan Bali (Aziz, 2001).
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan, terdapat sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Biasanya tanpa gejala pada stadium dini, tetapi jika ditemukan pada stadium dini, kanker leher rahim dapat disembukan dengan baik. Lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut (Bustan, 2007).
Kanker leher rahim termasuk kanker yang sering ditemukan pada kalangan wanita yang telah kawin, hygiene seksual, infeksi leher rahim, kekerapan melahirkan dan sosial ekonomi rendah. Kanker leher rahim merupakan salah satu yang dapat ditemukan secara dini melalui pemeriksaan Pap Smear setiap tahun bagi semua wanita dewasa (Willie, 2007).
Kanker leher rahim adalah penyakit kanker yang menyerang leher rahim wanita. Jumlah penderita kanker leher rahim di Indonesia sekitar 200 ribu setiap tahunya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara. Namun demikian walaupun penyakit ini merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian, kesadaran untuk memeriksakan diri dirasakan sangat rendah. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan mengenai kanker ini. Indikasinya adalah lebih dari 70% penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada kondisi lanjut (bkkbn, 2008).
Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor resiko terjadi kanker leher rahim adalah usia perkawinan muda atau hubungan seks dini, yakni sebelum usia              20 tahun. Faktor ini dianggap faktor risiko terpenting dan tertinggi, ganti-ganti mitra seks yakni wanita pekerja seks ditemukan 4 kali lebih sering terserang kanker leher rahim, higiene rendah yang memungkinkan infeksi kuman, paritas tinggi lebih banyak, ditemukan pada ibu dengan banyak anak, jumlah perkawinan yakni ibu dengan suami yang mempunyai lebih dari satu atau banyak istri lebih beresiko kanker leher rahim, infeksi virus ; terutama HPV (Bustan, 2007)
Ada beberapa faktor lain yang dicurigai yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim antara lain, mulai melakukan hubungan seksual pada usia muda, sering berganti-ganti pasangan seksual, sering menderita infeksi di daerah kelamin, melahirkan banyak anak, kebiasaan merokok (risiko dua kali lebih besar), defisiensi vitamin A, C, E (Rachmad, 2007).
Departemen Kesehatan RI memperkirakan kanker leher rahim di Indonesia adalah 1000 per 100.000 penduduk pertahun. Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi-anatomi di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi kanker leher rahim tertinggi diantara kanker yang ada di Indonesia, jika lihat penyebarannya di Indonesia terlihat bahwa 92,44% terakumulasi di Jawa-Bali (Aziz, 2001).
Menurut laporan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang tahun 2006, jumlah kasus kanker leher rahim yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya, yaitu pada tahun 2003 sebanyak 7 kasus dan pada tahun 2004 menjadi 57 kasus kemudian meningkat pada tahun 2005 sebanyak 223 kasus dan pada tahun 2006 sebanyak 329 kasus (Yully, 2007).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim           di instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007”.
1.2         Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim di instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007?
1.3         Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim di instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.      Diketahuinya hubungan umur ibu dengan kejadian kanker leher rahim           di instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
2.      Diketahuinya hubungan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim           di instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1   Bagi Institusi Kesehatan (RSMH Palembang)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukkan bagi RSMH Palembang tentang kanker leher rahim dalam penyusunan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi serta peningkatan pengetahuan bagi tenaga kesehatan tentang hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim.
1.4.2   Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi dan berguna dalam proses belajar mengajar serta berbagai acuan untuk atau penelitian selanjutnya.
1.5         Ruang Lingkup
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, membahas hubungan antara umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim pada ibu-ibu yang pernah dirawat di instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007. Data yang diambil adalah data sekunder.
Share:

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2011


Karya Tulis Ilmiah,   Juni 2012

IKA ARINNITA

Hubungan Pendidikan dan Paritas Ibu dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011

xvi + 47 Halaman + 5 Tabel + 7 Lampiran

ABSTRAK


Bayi berat lahir rendah (BBLR) telah didefinisikan sebagai bayi lahir kurang dari 2.500 gram. WHO memperkirakan hamper semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di Negara berkembang. Menurut Data Dinas Kesehatan Kota Palembang, Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2007 yaitu 3 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2008 4 per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2009 sekitar 2 per 1000
Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SWAKELOLA MERDEKA PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang

Anemia adalah menurunnya kadar hemoglobin dalam darah,yang dapat menyebabkan kematian maternal dan neonatal. Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan dua milyar penduduk dunia terkena anemia. Tanda-tanda anemia antara lain kulit pucat, rasa lelah, napas pendek, kuku muda pecah, kurang selera makan dan sakit kepala sebelah kanan. Namun, terkadang tidak ada keluhan bila pasien mengalami anemia ringan (Syafrizal, 2004).
Share:

HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG PEMERIKSAAN KEHAMILAN (K4) DI PUSKESMAS SUKARAME PALEMBANG TAHUN 2008

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pemerintah sebenarnya telah mengupayakan beberapa program dalam usahanya menurunkan angka kematian ibu. Pada tahun 2000 direncanakan Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai bagian dari Strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010. Fokus pembenahannya bahwa dalam setiap persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga kesehatan terampilan, setiap komplikasi persalinan mendapatkan pelayanan optimal dan setiap wanita usia subur memiliki akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan serta penanganan komplikasi aborsi (Nugraha, 2007).
Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya (Wiknjosastro, 2005).
Share:

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS SEKIP PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
        Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa ASI adalah suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dan menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi maka pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah cara yang paling optimal dalam pemberian makanan bayi (Kelly Mom, 2007).
Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kehamilan adalah suatu peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh setiap wanita . tapi disamping itu kehamilan juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya adalah abortus. Abortus merupakan momok bagi setiap ibu hamil. Abortus memang paling ditakuti oleh banyak wanita hamil. Abortus bisa saja terjadi secara tiba-tiba tanpa ada sebabnya.
Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DAN UMUR KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) di seluruh dunia terdapat kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa/tahun (Manuaba, 1998). Lebih lanjut Komalasari 2004, mengatakan kematian bayi dikenal dengan “Fenomena 2/3”, yaitu 2/3 kematian bayi (umur 0-1 tahun) terjadi pada masa neonatal (bayi baru lahir umur 0-28 hari), 2/3 kematian pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama. Maka satu minggu dari pertama kelahiran adalah masa paling kritis bagi kehidupan seorang bayi.
Share:

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN YANG MENJALANI SECTIO CAESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa rata-rata bedah caesar ada diantara 10%-15% dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang tahun 2004, laju bedah caesar di Inggris adalah sekitar 20% dan 29,1% (Yusmiati dan Dodi, 2007)
Share:

HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PENGETAHUAN DENGAN PARTISIPASI PRIA TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOSIAL PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menurut United Nation Found Population (UNFPA), pada 1989 penduduk dunia telah mencapai 5,2 milyar, kemudian setiap tahunnya meningkat lebih dari 90 juta. Pada akhir abad ini diperkirakan akan menjadi 6,25 milyar, pada tahun 2025 diperkirakan akan bertambah sebesar 2 milyar atau menjadi    8,5 milyar, selanjutnya seabad dari sekarang penduduk dunia baru akan berhenti tumbuh angka 10 milyar (Sarwono, 2005).
Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN SOLUSIO PLASENTA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menurut data WHO (World Health Organization), sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran yang terjadi di negara-negara berkembang (Manuaba, 1998: 8). Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di negara-negara maju dan 51 negara persemakmuran (LKMB Antara, 2007).
Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
United Nations International Children’s Fund (UNICEF) menyatakan, terdapat sekitar 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya. Kematian tersebut dapat dicegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran, tanpa harus memberikan makanan atau minuman tambahan pada bayi. UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru yang dikeluarkan oleh Journal Paediatrics, bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya. Peluang itu 25 kali  lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui oleh ibunya secara ekslusif  (Journal Paediatrics, 2006).
Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS SWAKELOLA PEMBINA PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian usia subur disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kemudian        saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita pada masa         puncak produktivitasnya. Tahun 1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin (Saifuddin, 2002).
Share:

WASPADA, HINDARI BAHAYA PENIPUAN BERKEDOK LOWONGAN PEKERJAAN

Hai Sobat Waspadai PENIPUAN berkedok Lowongan Pekerjaan yang mengatasnamakan Perusahaan BUMN dan SWASTA Terkenal, dengan kedok Lowongan Pekerjaan yang Menggiurkan... 
Saya pun termasuk dari pada orang yang terkena penipuan itu, untungnya saya masih teliti kalau enggak.... waduh bisa habis deh uang Saya... 
Awalnya Cerita saya mendapatkan SMS yang mana isinya "Lowongan Pekerjaan Pertamina Persero
Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS SWAKELOLA PEMBINA PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian usia subur disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kemudian        saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita pada masa         puncak produktivitasnya. Tahun 1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin (Saifuddin, 2002).

Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS SWAKELOLA PEMBINA PALEMBANG TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian usia subur disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kemudian        saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita pada masa         puncak produktivitasnya. Tahun 1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin (Saifuddin, 2002).

Share:

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, PARITAS DAN JARAK TEMPUH DENGAN PILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI PUSKESMAS LAIS KABUPATEN MUSI BAYUASIN TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Memasuki awal tahun pertama pembangunan jangka panjang tahap II, pembangunan gerakan keluarga berencana nasional ditujukan terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keluarga sebagai kelompok sumber daya manusia terkecil yang mempunyai ikatan batiniah dan lahiriah. Dimana keluarga merupakan pengembangan sasaran dalam mengupayakan terwujudnya visi keluarga berencana nasional (Sarwono, 2009).

Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Menurut WHO diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke 5 yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak di seluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur dan diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar (http://rtnet-mess.blogspot.com).

Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HYPEREMESIS GRAVIDARUM PADA IBU YANG PERNAH DIRAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
LATAR BELAKANG

1.1.    Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara-negara berkembang. Di negara-negara miskin sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama morbiditas wanita muda pada masa puncak produktivitas (Saifuddin, 2006 : 4).

Share:

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI IUD (Intra Uterine Devices) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Jumlah penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang. Ditingkat dunia gerakan keluarga berencana telah berhasil menurunkan jumlah anak pada tiap keluarga dari 3 menjadi 2 orang anak, khususnya di negara maju. Pencapaian peserta KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) sekitar 56% ditingkat dunia dapat merupakan dugaan transisi pertumbuhan penduduk (Manuaba, 2002).

Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI PIL DI PUSKESMAS SWAKELOLA KENTEN KECAMATAN ILIR TIMUR II PALEMBANG TAHUN 2009


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Memasuki awal tahun pertama pembangunan jangka panjang tahap II, pembangunan gerakan keluarga berencana nasional ditujukan terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keluarga sebagai kelompok sumber daya manusia terkecil yang mempunyai ikatan batiniah dan lahiriah. Dimana keluarga merupakan pengembangan sasaran dalam mengupayakan terwujudnya visi keluarga berencana nasional (Sarwono, 2002).

Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRESENTASI BOKONG PADA IBU BERSALIN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal merupakan indikator yang paling peka untuk keberhasilan program kesehatan ibu dan anak, malpresentasi dapat mengakibatkan timbulnya penyebab kematian perinatal termasuk diantaranya kelainan presentasi bokong, kejadian hipoksia dan trauma lahir pada perinatal sering ditemui pada kasus presentasi bokong.

Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BASUKI RAHMAT PALEMBANG TAHUN 2009

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II (Sarwono, 2006).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator ketidakberhasilan dalam memberi pelayanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia (Amiruddin, 2007).

Share:

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS SWAKELOLA ARIODILLAH PALEMBANG TAHUN 2009


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan, tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare” karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat  tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi maupun balita perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila terlambat (Ngastiyah, 2005).  

Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CA. CERVIKS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Kanker leher rahim (Ca. Cerviks) merupakan kanker pembunuh wanita, kanker cerviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Ca. Cerviks adalah pertumbuhan sel bersifat abnormal yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina).
Share:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Perdarahan antepartum menurut World Health Organization (WHO) adalah perdarahan pervagina setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan pada umur kehamilan 28 minggu karena biasanya disebabkan faktor plasenta; perdarahan dan plasenta biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2, dan nutrisi dari ibu ke janin. (Wahid, 2008)
Menurut Penelitian WHO diseluruh dunia diperkirakan lebih dari 585.000 ibu setiap tahunnya meninggal pada saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan atau persalinan selama kehidupannya, dibanyak Negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6,366. Lebih dari 50% kematian di Negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya yang relative rendah.                       (Saifuddin, 2002)
Berdasarkan data Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyebutkan penyebab angka kematian ibu (AKI) diantaranya perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsia (Keracunan Kehamilan) 25%, infeksi 12%, abortus 5%, partus lama 5%, emboli obstetri 3%, komplikasi masa nifas 8% dan penyebab lain-lain 12%. (Siswono, 2005)
Dilihat dari penyebab angka kematian ibu (AKI) yang utama adalah perdarahan, perdarahan yang terjadi pada ibu hamil salah satunya disebabkan oleh plasenta previa. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir, perdarahan pada ibu hamil antara lain perdarahan antepartum perdarahan ini biasanya terdapat pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu hal serupa dapat dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 22 minggu, perdarahan setelah kehamilan 22 minggu lebih banyak dan lebih berbahaya dibandingkan sebelum kehamilan 22 minggu dan memerlukan penanganan yang berbeda. Bahaya perdarahan antepartum umunya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya tidak terlalu berbahaya, oleh karena itu pada setiap perdarahan antepartum harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta. (Wiknjosastro, 2005)
Oleh karena itu Departemen Kesehatan melakukan strategi agar semua asuhan antenatal dan sekitar 60% persalinan dilayani oleh tenaga kesehatan terlatih untuk menurunkan AKI di Indonesia. Strategi ini dilaksanakan untuk dapat mengenali dan menanggulangi gangguan kehamilan dan persalinan sedini mungkin. Penyiapan sarana pertolongan gawat darurat merupakan langkah antisipatif terhadap komplikasi yang mungkin mengancam keselamatan ibu. (Sarwono, 2002)
Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak, Oleh karena itu pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu. Penentuan macamnya plasenta previa bergantung pada besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu pula plasenta previa totlis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. (Sastrawinata, 2004: 85)
Kejadian plasenta previa bervariasi di berbagai tempat berkisar antara 0,3% sampai 0,6% dari keseluruhan persalinan, sedangkan di rumah sakit lebih tinggi karena menerima rujukan dari luar. (Manuaba, 1998:253)
Beberapa penelitian mengatakan bahwa banyak factor yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya multipara, usia lanjut, riwayat Caesar, kuretasi yang berulang, serta mioma uteri. (Sastrawinata, 2004: 85)
Data yang didapatkan di Rumah Sakit Umum Daerah Bari Palembang pada tahun 2007 perdarahan yang terjadi akibat plasenta previa sebanyak 30 kasus bersalin dari 2210 persalinan. Sedangkan menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Palembang pada tahun 2007 yang mengalami perdarahan Hemorroghic Ante Partum (HAP) sebanyak 15 orang.
Berdasarkan uraian diatas , maka peneliti tertarik untuk meneliti Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Plasenta Previa di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Pada Tahun 2008”

1.2.    Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian plasenta previa di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang  BARI tahun 2008?

1.3.    Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian plasenta previa di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun  2008.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.      Diketahuinya distribusi frekuensi plasenta previa, umur, paritas, pendidikan di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang  BARI tahun 2008.
2.      Diketahuinya hubungan antara umur ibu dengan kejadian plasenta previa di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang  BARI tahun 2008.
3.      Diketahuinya hubungan antara paritas ibu dengan kejadian plasenta previa di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang  BARI tahun 2008.
4.      Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian plasenta previa di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang  BARI tahun 2008.

1.4.    Manfaat Penelitian
1.4.1.      Bagi Tenaga Kesehatan (Rumah Sakit)
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi rumah sakit untuk lebih meningkatkan mutu dan upaya pelayanan bagi ibu-ibu dengan kejadian plasenta previa.

1.4.2.      Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau kepustakaan untuk menambah pengetahuan mahasiswi Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.

1.4.3.      Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang kejadian plasenta previa dan pemahaman dalam metodologi penelitian.

1.5.    Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang pernah di rawat dari bulan Januari-Desember di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2008.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Konsep Dasar Plasenta Previa
2.1.1     Definisi
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus (Winkjosastro, 2005 : 365).
Plasenta previa adalah perdarahan yang terjadi pada implantasi plasenta yang menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Manuaba, 2008 : 78).
Plasenta previa adalah implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim (Anurogo, 2008 : 1).

2.1.2        Etiologi
Penyebab pasti plasenta previa tidak selalu jelas dapat diterangkan. Bahwasannya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada disedua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta didapati untuk sebagian besar penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta memperluas permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali jalan lahir (Wiknjosastro, 2005 : 367).
2.1.3        Klasifikasi
Didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa lateralis apabila sebagian pembukaan tertutup dan jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggi pembukaan. Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, disebut plasenta letak rendah. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 sampai 4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Karena klasifikasi akan berubahnya akan berubah setiap waktu. Umpamanya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm (Wiknjosastro, 2005 : 365).
   
2.1.4        Patofisiologi
Plasenta previa adalah implantasi di segmen bawah rahim sehingga menutupi kanalis servikalis dan mengganggu proses persalinan dengan terjadinya perdarahan.
Menurut Manuaba (1998 : 253) implantasi plasenta di segmen bawah dapat disebabkan oleh :
a.       Endometrium di fundus uteri belum siap berimplantasi.
b.      Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi janin.
c.       Vili korealis pada korion leave yang peristen.
Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu. Walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 22 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 22 minggu. Oleh karena itu, memerlukan penanganan yang berbeda. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta (Wiknjosastro, 2005 : 362).

2.1.5        Gambaran Klinik
Pada umumnya plasenta previa meliputi perdarahan tanpa rasa sakit. Kondisi ini terjadi pada saat pembentukan segmen bawah rahim, sehingga terdapat pergeseran dinding rahim dengan plasenta yang menimbulkan perdarahan. Bentuk perdarahan yang dialami sedikit tanpa menimbulkan gejala klinis atau banyak disertai gejala klinis pada ibu dan janin. Gejala klinis ibu bergantung pada keadaan umum dan jumlah darah yang hilang, yang bersifat sedikit demi sedikit atau dalam jumlah besar dalam waktu singkat, perdarahan banyak dapat menimbulkan syok sampai kematian. Sedangkan gejala klinis janin meliputi bagian terendah belum masuk PAP atau terdapat kelainan letak, perdarahan yang mengganggu sirkulasi, retroplasenter yang menimbulkan asfiksia intrauterin sampai kematian janin, hemoglobin berkisar 59% dapat menimbulkan kematian janin serta ibu (Manuaba, 2008 : 78).
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal (Wiknjosastro, 2005 : 368).

2.1.6        Gejala dan Tanda
Gejala yang paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar melalui vagina) tanpa rasa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jka didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan vagina tourche (pemeriksaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat resiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi (ANTARA, 2009 : 3).
Menurut Anurogo (2008 : 2), gejala klinis dari plasenta previa, yaitu :
1.      Perdarahan dari plasenta previa, yaitu : yang terjadi pada trimester ke tiga.
2.      Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim.
3.      bagian terendah masih tinggi di atas pintu atas panggul (kelainan letak).
4.      Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala.
 
2.1.7        Diagnosis Plasenta Previa
Menurut Wiknjosastro (2005 : 369), diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada :
1.      Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
2.      Pemeriksaan Luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul.
3.      Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4.      Penentuan letak plasenta tidak langsung
a.       Radiografi
b.      Radioisotofi
c.       Ultrasonografi
5.      Penentuan letak plasenta secara langsung
a.       Perabaan fornises
b.      Pemeriksaan melalui kanalis servikalis

2.1.8        Prognosis Plasenta Previa
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah sekali atau tidak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.
Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu yang belum tercukupi pada banyak tempat di tanah air kita, sehingga beberapa tindakan yang sudah lama ditinggalkan oleh dunia kebidanan mutakhir masih terpaksa dipakai juga, seperti pemasangan cunam willet dan Versi Bravton Hikcs (Wiknjosastro, 2005 : 376).  

2.1.9        Komplikasi Plasenta Previa
Pada ibu dapat terjadi perdarahan, kehamilan preterm, letak janin abnormal, solusio plasenta serta hemostasis (Anurogo, 2008 : 4).
Komplikasi dari kejadian plasenta, yaitu : perdarahan dan syok, infeksi, laserasi serviks, plasenta akreta, prematuritas atau lahir mati (Hanafiah, 2004 : 3).

2.1.10    Penatalaksanaan Plasenta Previa
Menurut Anurogo (2008 : 3), belum ada medikan yang spesifik dan bermanfaat dengan plasenta previa tocolysis dapat dipertimbangkan secara hati-hati pada keadaan tertentu. Dukunglah, besarkanlah hati, dan berilah semangat pada pasien plasenta previa untuk mempertahankan asupan (intake) zat besi dan asam folat sebagai safety margin terutama bila terjadi perdarahan.
Sebagai tambahan, tocolytics dapat juga diberikan pada kasus-kasus perdarahan minimal dan extreme gestation (pada perkembangan dan pertumbuhan normal atau lebih dari 24 minggu), maka dokter sebaiknya menyarankan pasien untuk mondok di rumah sakit sampai melahirkan, mengingat ini berpotensi tinggi untuk menjadi solusio plasenta dan kematian janin. Bila tidak ada renjatan, usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin 2500 gr atau lebih, lakukan Pemeriksaan Dalam Meja Operasi (PDMO). Bila ternyata plasenta previa, lakukan persalinan perabdominam. Bila bukan usahakan partus pervaginam (Mansjoer, 2001 : 277).

2.2         Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Plasenta Previa Berdasarkan Hasil Penelitian
2.2.1        Umur
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk hemailan dan persalinan adalah umur 20 3- tahun. kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan. Pada usia < 20 tahun ternyata 2 – 5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 – 30 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 – 35 tahun (Wiknjosastro, 2005 : 23).

2.2.2        Paritas
Paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paling tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005 : 23).
Plasenta previa lebih sering terjadi pada wanita, multipara, karena adanya jaringan perut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan perut ini menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih luas (Karkata, 2007).

2.2.3        Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku terhadap pola hidup dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam perubahan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya makin rendah atau kurang pendidikan seseorang akan menghambat perkembangan sikap terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoro Ningrat, 2007). 

Share:

Popular Posts

Jumlah Pengunjung

Cari judul yang anda butuhkan disni

Blog Archive

© Al Anshor 2017 All Reserved. Powered by Blogger.

Labels

Blog Archive